JAKARTA| H9 Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional dan Fairventures Worldwide menandat...
JAKARTA| H9
Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional dan Fairventures Worldwide menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengembangan kayu ringan berkelanjutan. Penandatanganan MoU ini merupakan bentuk komitmen Kementerian Perdagangan dalam mendukung inovasi dan kreativitas pengembangan kayu ringan, khususnya jenis sengon dan jabon. MoU ini sekaligus merupakan langkah yang diambil Kementerian Perdagangan yang meyakini besarnya prospek kayu ringan menjadi primadona dunia di masa depan.
Penandatanganan MoU dilakukan Direktur Jenderal PEN Didi Sumedi dan CEO Fairventures Worldwide Megan King pada Jum'at (22/4). Selain MoU, Kemendag dan Fairventures Worldwide juga menandatangani Technical Arrangement (TA) untuk menindaklanjuti MoU tersebut secara detil.
“Kebutuhan material kayu di pasar global terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi manusia. Pada 2021, total perdagangan kayu tropis dunia mencapai USD 196,4 miliar, sementara produksi kayu hutan tropis hanya mencapai 2,6 miliar meter kubik (m3). Sehingga pasar potensial yang belum tergali (untapped potential market) dapat dimanfaatkan oleh eksportir dan produsen kayu Indonesia,” ujar Didi.
Menurut Didi, kayu ringan telah menjadi primadona untuk diolah menggunakan teknologi dan inovasi menjadi berbagai produk yang sangat prima dan bernilai tinggi di dunia, terutama Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa. Namun, masih belum banyak konsumen yang mengetahui kegunaan dari kayu ringan.
“Kayu ringan berpotensi menjadi alternatif bagi kayu keras yang dihasilkan dari hutan. Di Jepang dan Eropa, kayu ringan telah menjadi primadona untuk diolah menggunakan teknologi dan inovasi menjadi berbagai produk yang sangat prima dan bernilai tinggi,” imbuh Didi.
Indonesia, lanjut Didi, merupakan salah satu lumbung kayu terbesar di dunia yang berpotensi menguasai pasar dengan memasok kayu ringan secara berkesinambungan. Hal ini juga disesuaikan dengan selera konsumen yang menginginkan material ringan, fleksibel dalam pengaplikasiannya, ramah lingkungan, dan lestari.
“Kayu ringan memiliki keunggulan, yaitu rata-rata dapat dipanen dalam kurun waktu 4-7 tahun, memberikan nilai ekonomis tinggi karena waktu tanam yang cepat, serta dengan umur tanam yang cepat juga membuat reforestasi lebih mudah dan menarik minat bagi pasar dunia. Sedangkan dalam berbisnis, kayu ringan merupakan sumber bahan baku yang mudah. Artinya, industri kayu ringan menjadi menarik untuk dikembangkan,” jelas Didi.
Didi juga menjelaskan, melalui penandatanganan MoU dan TA ini, akan dilakukan berbagai kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia dan luar negeri. Kegiatan tersebut antara lain mengedukasi konsumen mengenai manfaat kayu ringan, tidak hanya sebagai produk unggulan tetapi juga dapat mendukung kesejahteraan petani, ramah lingkungan, dan sumber andalan ekspor; membentuk pusat inovasi kayu ringan (lightwood innovation center); dan mengadakan pelatihan memanfaatkan kayu ringan melalui berbagai inovasi.
Selain itu, Kemendag dan Fairventures Worldwide juga akan mempromosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Eropa, membina 2000 petani kayu sengon dengan cakupan wilayah 2000 ha kebun sengon dan menyebarkan dua juta bibit sengon. Dalam mewujudkan tujuan MoU ini, Kemendag dan Fairventures Worldwide juga menggandeng tujuh kementerian dan pemerintah daerah.
Didi menjelaskan, sebagai wujud nyata dari kerja sama ini, Fairventures Worldwide akan meluncurkan proyek percontohan berupa rumah berbahan baku kayu ringan seluas 70m2yang akan ditempatkan di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Modular ini akan dibangun secara efisien menggunakan sistem konstruksi kayu modular (modular timber construction) yang membutuhkan waktu pembangunan hanya maksimal tiga hari.
“Sistem inilah yang ingin diperkenalkan oleh Fairventures Worldwide kepada petani, produsen, serta pemangku kepentingan terkait. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran bahwa kayu ringan memiliki nilai tambah yang sangat tinggi dengan diversifikasi produk ekspor yang beragam.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Ni Made Ayu Marthini menambahkan, Indonesia memiliki reputasi yang baik dalam hal ekspor kayu yang sudah dilakukan sejak dulu, khususnya dengan adanya SVLK yang memastikan bahwa produk kayu Indonesia memenuhi aspek keberlanjutan, legal, dan keterlacakan. Kayu sengon dan jabon menjadi contoh kayu ringan yang telah memenuhi aspek tersebut serta mampu berperan sebagai penangkapan karbon (carbon capture). Hal ini sejalan dengan National Determined Contribution Indonesia untuk pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen hingga 41 persen pada 2030.
Melalui kerja sama ini, Fairventures Worldwide diharapkan menjadi salah satu corong untuk menyuarakan pengutamaan penggunaan kayu berkelanjutan serta menjadi agen promosi produk kayu Indonesia yang bersertifikat SVLK, khususnya di pasar Eropa. “Isu keberterimaan SVLK, khususnya di wilayah Eropa sangat penting dalam mendorong ekspor produk kayu. Tujuannya untuk menghindari adanya diskriminasi dengan produk kayu dari negara lain, khususnya jika dibandingkan dengan sertifikasi komersil lainnya seperti Forest Stewardship Council (FSC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC),” tutur Made.
Pada 2021, ekspor produk kayu dan produk SVLK tercatat sebesar USD.13,56 miliar dan Indonesia berada pada posisi ke-12 sebagai penyalur produk kayu dunia. Dari total ekspor tersebut, kontribusi plywood (HS 4412) sebesar USD.2,5 miliar dan produk kayu parquet dan flooring (HS 4409) sebesar USD 714 miliar.
Made menyampaikan, Kemendag juga akan bekerja sama dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, diantaranya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT); Kementerian Perindustrian (Kemenperin); Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah; Indonesia Light Wood Association (ILWA); Import Promotion Desk (IPD); Swiss Import Promotion Office (SIPPO).
Kemendesa PDTT akan mengoptimalisasi lahan desa untuk penanaman pohon produksi kayu ringan sehingga menciptakan skala ekonomi bagi masyarakat desa dan sekitarnya. Sedangkan Kemenperin akan memanfaatkan lightwood innovation center, termasuk pengembangan material konstruksi dan teknik kayu (timber engeenering) untuk interior kendaraan (automotive industry). Sementara KLHK dan Indonesia Light Wood Association (ILWA) akan menjadi produsen produk kayu ringan.
“Mengingat prospek kayu ringan yang sangat baik selama ini, Kemendag juga telah bekerja sama dengan Swiss Import Promotion Office (SIPPO) dan Import Promotion Desk (IPD) Netherlands untuk pengembangan produk kayu ringan dan intelijen pasar di Belanda dan Swiss,” tambah Made.
Fairventures Worldwide adalah organisasi nirlaba (nonprofit) asal Stuttgart, Jerman yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan merupakan pengelola Program Penanaman 100 Juta Pohon di Kalimantan Tengah sejak 2014. Lembaga ini memiliki perwakilan di Indonesia dan Uganda. Fairventures Worldwide fokus aktivitas restorasi hutan melalui empat pendekatan yaitu peningkatan kapasitas petani kecil, membentuk komunitas petani yang berperan dalam konservasi hutan, mendistribusikan bibit pohon kayu tropis gratis kepada petani, serta membangun rantai pasok yang bertanggung jawab.
Pada 2021, ekspor produk kayu Indonesia tercatat sebesar USD.13,56 miliar. Nilai ini naik 18,52 persen dibandingkan tahun 2020. Destinasi ekspor utama produk kayu Indonesia adalah Tiongkok Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Korea Selatan, India, Malaysia, Australia, dan Vietnam. (WP-03/rel)